Menanti Pembangunan Lrt Di Pulau Dewata - yuukimods

Breaking

Kamis, 01 Juni 2023

Menanti Pembangunan Lrt Di Pulau Dewata

Infografis Korea Incar Proyek
Ilustrasi planning pembangunan LRT di Bali. Foto: Infografis detikcom/Mindra Purnomo

Jakarta -

Pulau Bali bakal memiliki moda transportasi lazim baru. Rencananya bakal ada pembangunan proyek kereta ringan alias LRT di Pulau Dewata.

Wacana ini nampak nyata, terlebih setelah pihak Korea Selatan merencanakan kajian studi kelayakan atau feasibility study. Kajian itu menjadi salah satu antisipasi untuk menyeleksi jalannya proyek pembangunan LRT Bali.

Perlu diketahui, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi gres saja melakukan konferensi dengan pihak Korean National Railway (KNR) dan Korea Overseas Infrastructure & Urban Development Cooperation (KIND). Dalam konferensi itu, pembahasan soal pembangunan LRT Bali menjadi salah satu topik utama pembicaraan.

Budi Karya menyampaikan studi kelayakan LRT Bali akan didanai oleh denah derma Official Development Assistance atau ODA. Sementara itu, konstruksi LRT Bali akan didanai lewat denah Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

"Studi kelayakan atau FS ini nantinya akan didanai lewat denah derma atau Official Development Assistance dari Korsel. Sementara untuk pendanaan konstruksinya akan dijalankan lewat denah KPBU," sebut Budi Karya dalam keterangannya, dikutip Kamis (1/6/2023).

Belakangan ini, planning pembangunan LRT di Bali kembali mencuat. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Bali IGW Samsi Gunarta menyampaikan planning pengembangan transportasi LRT sudah dibahas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas.

Terakhir, pihak Pemprov yang sudah melakukan pekerjaan sama dengan pihak Korea Selatan sudah melakukan pre feasibility study atau analisis kelayakan proyek. Dari hasil studi itu, LRT Bali disebut butuh ongkos pembangunan meraih Rp 10 triliun.

"Yang jelas, dari hasil yang keluar pikiran itu budget Rp 10 triliun, untuk pembiayaan infrastruktur dan prasarananya," ujar Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Bali IGW Samsi Gunarta.

Biaya Rp 10 T Cukup?

Menurut Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno untuk membangun suatu jalur LRT, ada kemungkinan butuh duit sekitar Rp 50-500 miliar per kilometer. Untuk jalur at grade atau di darat butuh Rp 50 miliar, bila bentuknya elevated atau terbang maka per kilometernya butuh Rp 500 miliar atau 10 kali lipatnya.

"Kalau at grade itu sekitar Rp 50 miliar per kilometer, jikalau elevated ya 10 kali lipatnya," kata Djoko dikala dihubungi detikcom.

Artinya bila dihitung-hitung dengan kemungkinan paling besar LRT Bali menggunakan jalur elevated maka duit Rp 10 triliun yang diprediksi dikehendaki untuk membangun LRT akan bisa membangun jalur sepanjang 20 kilometer.

Namun itu gres jalurnya saja atau segi prasarana layanan LRT Bali. Itu sudah tergolong rel, tiang beton, sinyal kereta, dan prasarana lainnya.

Sementara itu, untuk sarananya sendiri Djoko menyampaikan diperkirakan harga satu rangkaian kereta LRT sekitar Rp 200 miliaran. Itu yakni spesifikasi kereta LRT bikinan dalam negeri PT INKA.

"Ya jikalau Rp 10 triliun cukup sih, mungkin belasan kilometer dengan 1 atau 2 kereta," sebut Djoko.

Namun planning pembangunan LRT di Bali juga memiliki tantangan tersendiri. Baca di halaman berikutnya.

Tantangan Bangun LRT

Perlu dikenang juga, membangun LRT di Pulau Bali tidak sepenuhnya mudah. Djoko menyebutkan planning LRT Bali sana selama ini bagaikan jalan di tempat. Sudah ada sederet studi dilakukan, tetapi pembangunannya tak kunjung mulai.

Menurut Djoko planning LRT Bali selama ini tak kunjung terealisasi alasannya yakni kemauan Pemerintah Daerah kurang serius untuk menggarap proyek ini.

"Ini studi-studi aja terus kan. Wacananya udah lama, sejak sebelum pandemi itu udah ada. Ini Pemdanya kurang mau push, beliau transportasi lazim yang sudah ada saja tidak dimaksimalkan, kan sudah ada Metro Dewata, namun sepi-sepi aja tidak dipromosikan juga," ungkap Djoko.

Hal itu menghasilkan kesan seakan-akan bisnis transportasi lazim kurang menguntungkan di Bali, jadi tidak ada penanam modal yang akan serius membangun LRT di Pulau Dewata. Padahal, bergotong-royong keperluan transportasi lazim itu sungguh besar di Bali.

"Itu kan pemerintahnya nggak berani ibaratnya menekan penduduk untuk naik umum, nggak kayak di Jakarta. Sewa mobil, sewa motor berkembang subur nggak ditahan. Selama nggak ada push strategy ya transportasi lazim di sana sepi aja, padahal kebutuhannya ada," beber Djoko.

Di segi lain, Ketua Forum Perkeretaapian dan Angkutan Antar Kota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menyampaikan ongkos yang besar sampai bahaya mangkrak menjadi beberapa halangan untuk membangun LRT di Bali.

Beberapa yang mesti diamati yakni kelayakan finansial, sumber pembiayaannya, ketersediaan lahan, sampai pengaruh lingkungan.

"Pembangunan LRT membutuhkan kajian yang panjang dan mendalam. Terutama dari kelayakan finansial, ketersediaan lahan, pembiayaan, evaluasi pengaruh lingkungan dan pengaruh kemudian lintas dan lainnya," ungkap Aditya terhadap detikcom.

Potensi mangkrak juga disebutkan Aditya selaku halangan pembangunan LRT. Pasalnya, masa kontruksi LRT tidak sebentar dan ongkosnya juga bisa membengkak.

"Masalahnya, masa konstruksinya juga sungguh panjang dan sering terkendala pembiayaan dan pengadaan lahan," sebut Aditya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang menyampaikan urusan sopan santun istiadat yang kental di Bali bisa menghalangi pembangunan proyek. Nantinya, pihak kontraktor ataupun operator mesti pintar-pintar mengakhiri permasalahan dengan kearifan lokal.

"Potensi permasalahan cuma pada permasalahan adat-istiadat setempat yang memang mesti diselasaikan dengan kearifan lokal. Misalnya, menurut mitologi agama Hindu mungkin ada larangan tertentu untuk penyeleksian trase-trase relnya," ungkap Deddy dihubungi terpisah.

Deddy juga menyampaikan bila LRT betul-betul dibentuk akan menjadi pekerjaan rumah besar untuk mempromosikannya. Pasalnya, masih banyak penduduk yang lebih senang menggunakan kendaraan pribadi, tergolong turis di Bali.

"Kebiasaan penduduk kita yang memang lebih senang menggunakan kendaraan eksklusif dibandingkan menggunakan transportasi lazim juga bisa jadi problem," ujar Deddy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar